" ...Aku sangat bersyukur Aisha tumbuh menjadi gadis yang pemberani dan berkemauan keras....
Seringkali aku menangis melihat bagaimana kerasnya kemauan untuk bisa lebih sehat..." [ Irma Hutabarat ]
Seringkali aku menangis melihat bagaimana kerasnya kemauan untuk bisa lebih sehat..." [ Irma Hutabarat ]
"Anakku Hidup Dengan Satu Paru-Paru"
Sesak nafas akibat asma membuatnya amat menderita. Melalui pemeriksaan intensif di sebuah rumah sakit di Malaysia, diketahui, ternyata bayi mungil dengan panggilan kesayangan Aisha itu, hanya memiliki satu paru-paru. Penuh semangat dan perjuangan, sang ibu, Irma Hutabarat membesarkan dan merawat putrinya dengan tegar.
Aku tak pernah membayangkan bahtera rumah tanggaku akan kandas di perjalanan. Dengan penuh optimis aku menerima realita hidupku dengan positif, mungkin kami tak berjodoh. Tak kupikirkan lagi untuk menikah. Hingga suatu ketika di rumah seorang teman, Ine Iskandar Dinata, aku dikenalkan dengan Widodo Soenarko, seorang duda beranak dua. Dua minggu sejak perkenalan itu, mas Dodo langsung melamarku. Tentu saja aku terkejut dan tak bisa memutuskan.
Aku masih takut jika pilihanku salah lagi seperti dulu.
Mas Dodo nekat melamar kepada orangtuaku, H. Hutabarat dan Titi Irsanya Harahap. Tentu saja mereka menolak lamaran mas Dodo. Bagaimana mungkin laki-laki yang baru mengenalku selama 2 minggu dapat dipercaya. Kontan penyakit asma mas Dodo kambuh begitu lamarannya ditolak. Dia memang menderita asma yang akut. Aku mengerti kekuatiran kedua orangtuaku. Mereka tak ingin aku mengalami kegagalan untuk kedua kalinya. Aku hanya berdoa agar Tuhan memberikan jodoh yang mengerti dan mencintaiku serta kedua anakku apa adanya.
Doaku terjawab, mas Dodo rajin berkunjung ke rumah orangtuaku untuk menemui anak-anakku. Bahkan Kevin Ibrahim dan Amanda Cininta, kedua anakku sering pergi bersama mas Dodo. Semakin hari Keko dan Mandy, demikian aku memanggil kedua anakku, semakin akrab dengannya. Kasih sayang mas Dodo pada dua anakku meluluhkan hatiku dan kedua orangtuaku. Akhirnya 17 Juli 1993, bersatulah kami dalam ikatan perkawinan untuk kedua kalinya.
Melahirkan Putri Yang Cantik
Aku memutuskan untuk berhenti bekerja sejak mengetahui diriku mengandung. Kupikir kehamilanku memiliki risiko tinggi karena usiaku sudah 34 tahun. Saat bayiku sudah cukup umur untuk lahir, air ketubanku pecah tapi posisi bayi masih di atas. Dokter memutuskan, untuk melakukan operasi caesar agar bayiku selamat. Jika terlalu lama di dalam perut, bayiku akan kekurangan oksigen. Hal itu pernah kualami saat melahirkan Keko. Bahkan wajah Keko sempat membiru karena terlalu lama berada di dalam perut sedangkan air ketuban sudah pecah.
Kami sangat bahagia saat Sarah Humaira lahir. Seorang bayi cantik berkulit putih, berpipi merah dan berambut tebal. Kami memberi nama Humaira yang berarti berpipi merah, dan memanggilnya dengan sebutan Aisha. Aku memberinya ASI agar ketahanan tubuhnya terbangun, berharap agar asma yang diderita suamiku tidak menurun, seperti yang dialami Wina dan Wingky, kedua anak mas Widodo.
Ternyata Aisha Menderita Asma
Aku dan mas Dodo pergi ke Bandung untuk memperlihatkan putri cantik kami pada mertuaku. Saat itu usia Aisha baru 52 hari dan semakin terlihat cantik dengan mata indahnya. Hanya sehari kami di Bandung, dan segera kembali ke Jakarta. Sesampainya di rumah, kusadari tiba-tiba Aisha megap-megap sulit bernafas dan wajahnya membiru. Lekukan di lehernya sampai terlihat cekung sangat dalam. Melihat hal itu mas Dodo panik dan asmanya kambuh. Aku berusaha tenang agar bayiku juga tenang. Aku juga berusaha untuk menenangkan mas Dodo, sehingga dia bisa segera mengobati asmanya. Kami lalu bergegas ke Rumah Sakit
Harapan Kita.
Aisha segera di periksa, diagnosa dokter menyatakan, ia menderita bronkhitis. Namun pada pemeriksaan selanjutnya, diketahui Aisha menderita asma. Aku tak kaget karena kemungkinan besar asma yang diderita mas Dodo menurun pula pada Aisha. Selang dengan tabung oksigen, serta infus membantu pernafasan bayi mungilku. Tak tega rasanya melihat bayi yang belum genap 2 bulan harus memakai berbagai peralatan seperti itu. Bahkan suamiku tak tega menungguinya.
Mas Dodo nekat melamar kepada orangtuaku, H. Hutabarat dan Titi Irsanya Harahap. Tentu saja mereka menolak lamaran mas Dodo. Bagaimana mungkin laki-laki yang baru mengenalku selama 2 minggu dapat dipercaya. Kontan penyakit asma mas Dodo kambuh begitu lamarannya ditolak. Dia memang menderita asma yang akut. Aku mengerti kekuatiran kedua orangtuaku. Mereka tak ingin aku mengalami kegagalan untuk kedua kalinya. Aku hanya berdoa agar Tuhan memberikan jodoh yang mengerti dan mencintaiku serta kedua anakku apa adanya.
Doaku terjawab, mas Dodo rajin berkunjung ke rumah orangtuaku untuk menemui anak-anakku. Bahkan Kevin Ibrahim dan Amanda Cininta, kedua anakku sering pergi bersama mas Dodo. Semakin hari Keko dan Mandy, demikian aku memanggil kedua anakku, semakin akrab dengannya. Kasih sayang mas Dodo pada dua anakku meluluhkan hatiku dan kedua orangtuaku. Akhirnya 17 Juli 1993, bersatulah kami dalam ikatan perkawinan untuk kedua kalinya.
Melahirkan Putri Yang Cantik
Aku memutuskan untuk berhenti bekerja sejak mengetahui diriku mengandung. Kupikir kehamilanku memiliki risiko tinggi karena usiaku sudah 34 tahun. Saat bayiku sudah cukup umur untuk lahir, air ketubanku pecah tapi posisi bayi masih di atas. Dokter memutuskan, untuk melakukan operasi caesar agar bayiku selamat. Jika terlalu lama di dalam perut, bayiku akan kekurangan oksigen. Hal itu pernah kualami saat melahirkan Keko. Bahkan wajah Keko sempat membiru karena terlalu lama berada di dalam perut sedangkan air ketuban sudah pecah.
Kami sangat bahagia saat Sarah Humaira lahir. Seorang bayi cantik berkulit putih, berpipi merah dan berambut tebal. Kami memberi nama Humaira yang berarti berpipi merah, dan memanggilnya dengan sebutan Aisha. Aku memberinya ASI agar ketahanan tubuhnya terbangun, berharap agar asma yang diderita suamiku tidak menurun, seperti yang dialami Wina dan Wingky, kedua anak mas Widodo.
Ternyata Aisha Menderita Asma
Aku dan mas Dodo pergi ke Bandung untuk memperlihatkan putri cantik kami pada mertuaku. Saat itu usia Aisha baru 52 hari dan semakin terlihat cantik dengan mata indahnya. Hanya sehari kami di Bandung, dan segera kembali ke Jakarta. Sesampainya di rumah, kusadari tiba-tiba Aisha megap-megap sulit bernafas dan wajahnya membiru. Lekukan di lehernya sampai terlihat cekung sangat dalam. Melihat hal itu mas Dodo panik dan asmanya kambuh. Aku berusaha tenang agar bayiku juga tenang. Aku juga berusaha untuk menenangkan mas Dodo, sehingga dia bisa segera mengobati asmanya. Kami lalu bergegas ke Rumah Sakit
Harapan Kita.
Aisha segera di periksa, diagnosa dokter menyatakan, ia menderita bronkhitis. Namun pada pemeriksaan selanjutnya, diketahui Aisha menderita asma. Aku tak kaget karena kemungkinan besar asma yang diderita mas Dodo menurun pula pada Aisha. Selang dengan tabung oksigen, serta infus membantu pernafasan bayi mungilku. Tak tega rasanya melihat bayi yang belum genap 2 bulan harus memakai berbagai peralatan seperti itu. Bahkan suamiku tak tega menungguinya.
Aku mengerti bagaimana perasaan suamiku karena dia adalah penderita asma yang akut. Suatu saat aku bertanya bagaimana sesaknya saat asma itu kambuh. Mas Dodo segera menutup wajahku dengan bantal, sehingga aku sulit bernafas. Baru aku pahami, rasa sesak yang dirasakan Aisha dan suamiku. Tak kubayangkan bayi yang belum bisa apa-apa itu harus berjuang untuk bisa bernafas. Aku mencoba menerima ini semua dengan hati lapang. Tuhan pasti memberi kekuatan pada kami untuk mengatasinya.
Selama dua minggu di rumah sakit aku tidur melingkar di boks Aisha. Hal itu kulakukan agar aku bisa menyusui Aisha karena hanya hal itu yang bisa menenangkan dan menghentikan tangisnya. Jika asmanya kambuh, dia harus segera dihubungkan dengan tabung untuk menguapi saluran pernafasannya. Uap itu untuk mengencerkan lendir yang menyumbat jalan nafasnya. Lalu dia harus diinframerah agar tubuhnya hangat dan punggungnya ditepuk-tepuk selama 30 menit, agar lendir yang menghambat saluran pernafasannya bisa terlepas.
Orang akan berpikir bahwa aku menyiksa Aisha jika melihat perlakuanku saat dia kambuh. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk meringankan beban Aisha. Kalau dia demam aku bisa mengompresnya, jika kakinya
pegal aku bisa memijitnya. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa jika dia sulit bernafas. Aku hanya bisa membantu menenangkannya dengan menyusui, mendekap dan menepuk-nepuk punggungnya. Hatiku galau karena ingin berbuat lebih banyak untuk membantunya. Setelah 2 minggu diopname di rumah sakit, Aisha diperbolehkan pulang. Kami lega meski tetap kuatir hal ini akan berulang.
Saat berusia 6 bulan asma Aisha kambuh untuk kedua kalinya. Kembali Aisha dirawat di rumah sakit, dengan bantuan selang dan tabung serta infus di tubuh bayiku. Selama 2 minggu dengan ketabahan aku menungguinya. Kukuatkan batin dan jiwaku menghadapi ini semua. Aku mohon kepada Tuhan agar diberi kekuatan.
Pada usia 9 bulan, untuk ketiga kalinya Aisha kembali harus dirawat di rumah sakit. Hatiku teriris melihat bayi yang belum berusia setahun sudah 3 kali bolak-balik masuk rumah sakit.
Satu Paru-Paru Aisha Tak Berfungsi
Seorang teman menganjurkan untuk membawa Aisha berobat ke luar negeri. Sebenarnya aku menganggap hal itu tak perlu karena dokter-dokter di Indonesia sudah bagus. Akhirnya saat Aisha berumur 1,5 tahun aku membawanya ke Malaysia atas saran iparku. Aku beserta ketiga anakku berangkat ke Malaysia sedangkan mas Dodo tak bisa ikut karena harus bekerja. Aku sangat berharap keadaan Aisha membaik.
Selama 3 hari Aisha diperiksa secara intensif oleh tim dokter yang terdiri dari 6 orang. Dokter spesialis anak, dokter spesialis jantung, dokter radiologi, dokter spesialis darah dan dokter spesialis paru. Di Damansara Pakar Hospital, Kualalumpur Aisha menjalani tes untuk mendiagnosa penyakitnya. Data-data medis dari dokter Rumah Sakit Harapan Kita aku serahkan pada mereka untuk melengkapi pemeriksaan. Mereka sempat terkejut saat melihat hasil rontgen putriku. Letak jantung Aisha di sebelah kanan, padahal seharusnya ada di sebelah kiri. Semula mereka berpikir dokter salah menulis bagian kiri-kanan dari foto itu. Maka diputuskan merontgen ulang Aisha.
Betapa terkejutnya aku tatkala mendengar keterangan dokter bahwa paru-paru Aisha tidak berkembang dan selama ini hanya satu paru-parunya yang berfungsi. Itulah yang menyebabkan jantungnya berpindah mengisi rongga paru-paru yang tak berkembang itu. Airmataku jatuh berderai, bagaimana mungkin informasi yang sepenting itu tak kuketahui. Aku seperti terbangun dari mimpi buruk. Aku seorang ibu yang berpendidikan sampai tak tahu kalau anakku hanya bernafas dengan satu paru-paru.
Tak bisa kubayangkan, meski asmanya tak kambuh dia tetap bernafas dengan satu paru-paru. Apalagi jika asmanya kambuh, betapa berat perjuangan putri cilikku untuk bisa bernafas. Sampai sekarang pun aku tak tahu apa yang menyebabkan hal itu. Kalaupun Aisha dilahirkan dengan satu paru-paru yang berfungsi, kenapa hal itu tak diberitahukan kepadaku. Padahal bolak-balik aku ke rumah sakit menemaninya selama dirawat. Kalau bayiku hanya bernafas dengan satu paru-paru, tentu aku harus lebih hati-hati merawatnya. Bukan hanya karena dia asma tapi karena dia juga memiliki kelainan dalam organ tubuhnya. Padahal semula aku percaya dokter-dokter di Indonesia sudah bagus. Hanya mungkin karena mereka tidak bekerja secara tim, maka diagnosa mereka kurang tepat.
Kuputuskan untuk mempelajari segala literatur tentang asma. Kubeli segala macam alat untuk mengobati jika asmanya kambuh. Aku tak ingin panik di malam hari dan bolak-balik ke rumah sakit. Aku juga ingin agar Aisha merasa nyaman jika dirawat di rumah. Perasaan nyaman dan tenang sangat berpengaruh untuk proses pengobatannya. Kamar putri kecilku seperti ruang ICU dengan berbagai peralatan pengobatan asma.
Tumbuh Menjadi Anak Yang Pemberani
Dokter menyarankan agar aku melatih motorik Aisha. Dia kuatir karena putriku sering terbaring di rumah, perkembangan motoriknya terhambat. Aku rajin mengajaknya berenang ataupun senam. Aku sangat bersyukur Aisha tumbuh menjadi gadis yang pemberani dan berkemauan keras. Bahkan dibanding dengan kedua kakaknya, Aisha lebih gigih untuk meraih sesuatu. Aku ingat saat dia pertama kali ingin bisa berenang,
dia melompat dari kursi di tepi kolam ke tempat paling dalam. Kami sempat tertegun menyaksikan ulahnya yang tiba-tiba itu. Seringkali aku menangis melihat bagaimana kerasnya kemauan untuk bisa lebih sehat. Dia mengerti bahwa memang dengan berenang satu paru-parunya bisa berkembang secara maksimal.
Saat dia ingin bisa bersepeda, selama seminggu, setiap hari dia pergi ke Senayan untuk belajar naik sepeda. Pernah suatu ketika saat dia berumur 4 tahun, tanpa sepengetahuan kami dia memanjat rumah pohon di halaman rumah. Kami perhatikan dari jauh, Aisha samasekali tak gentar memanjat tangga untuk sampai ke atas. Aku sangat terharu melihat keberanian dan kegigihannya. Aisha tak mau diangggap lemah karena sakit dan kelainan yang dideritanya.
Gadis kecilku juga sangat cerdas di sekolah. Meski seringkali dia tak masuk jika asmanya kambuh. PR dari sekolah selalu diselesaikan untuk mengejar ketinggalannya. Mandy dan Kevin pun harus rajin membaca buku ensiklopedia karena Aisha sering menayakan banyak hal pada mereka. Aisha pun gemar menyanyi jika kami weekend ke puncak. Bahkan dia akrab dengan pemain organ di hotel tempat kami menginap. Sungguh
perpaduan yang indah di balik segala keterbatasannya, gadis kecilku mempunyai kemauan baja. Selalu kusemangati bahwa dia sama seperti anak lain hanya saja kadang kala dia sulit bernafas.
Aisha berkembang menjadi seorang anak yang sangat berempati terhadap sekelilingnya. Seringkali teman Mandy dan Kevin yang kebanjiran diajak makan bersama di rumah. Pernah saat seorang gurunya diancam PHK, dia menyarankanku mengajak gurunya tinggal di rumah.
"Kasihan kan Ma, Pak Sigit nggak bisa punya rumah kalau dipecat," ucapnya kuatir.
Airmataku menggenang mendengar tuturannya. Gadis berumur 5 tahun sudah bisa mengerti penderitaan orang lain.
Pada akhirnya kekuatiranku tak beralasan tentang perkembangan gadis kecilku. Aku percaya Tuhan memberikan yang terbaik. Kalau putriku diberikan kekurangan pasti juga diberikan kelebihan, sehingga kekurangannya tidak menjadikan dia merasa beda dari anak lainnya. Kalau aku bertemu orang, pasti mereka komentar bahwa Aisha kurus sekali, apa tak dikasih makan? Mereka tak tahu bagaimana perjuangan Aisha untuk bisa hidup. Apalagi untuk berlari, berenang, dan sekolah. Hanya karena dia mempunyai keinginan keras dan berpikiran positif, maka dia tak merasakan keluhan.
Sejak kecil Aisha terbiasa makan atau minum berbagai ramuan yang pahit. Hati onta yang dikeringkan pun dilahapnya, karena dia tahu itu untuk kesehatannya. Sungguh anak yang luar biasa, aku tak pernah merasa kesulitan untuk merawatnya. Aku hanya ingin dia bahagia, kuat, dan mampu meraih apa yang diinginkan dengan segala keterbatasannya. Aku ingin semua anakku bahagia dengan pilihan dan hidupnya.
Pada akhirnya kekuatiranku tak beralasan tentang perkembangan gadis kecilku. Aku percaya Tuhan memberikan yang terbaik. Kalau putriku diberikan kekurangan pasti juga diberikan kelebihan, sehingga kekurangannya tidak menjadikan dia merasa beda dari anak lainnya. Kalau aku bertemu orang, pasti mereka komentar bahwa Aisha kurus sekali, apa tak dikasih makan? Mereka tak tahu bagaimana perjuangan Aisha untuk bisa hidup. Apalagi untuk berlari, berenang, dan sekolah. Hanya karena dia mempunyai keinginan keras dan berpikiran positif, maka dia tak merasakan keluhan.
Sejak kecil Aisha terbiasa makan atau minum berbagai ramuan yang pahit. Hati onta yang dikeringkan pun dilahapnya, karena dia tahu itu untuk kesehatannya. Sungguh anak yang luar biasa, aku tak pernah merasa kesulitan untuk merawatnya. Aku hanya ingin dia bahagia, kuat, dan mampu meraih apa yang diinginkan dengan segala keterbatasannya. Aku ingin semua anakku bahagia dengan pilihan dan hidupnya.
bolehkah saya meminta kontak yg bs dihubungi dr ibu irma? anak saya mengalami hal yang sama...trimakasih
BalasHapusrumahmail@gmail.com
anak saya juga mengalami hal yg sama bu
BalasHapus7421D7D3 pin bb,,, bisa saling sharing
BalasHapuskisanya sungguh membnuat :(
BalasHapusTuhan maha adil, DIA pasti tau yang terbaik untuk hambaNYA.
Saya penderita yg sama, Alhamdulillah usia sy sudah kepala 5. Allah Maha Adil, IA tak akn memberi cobaan pd umatNya jk tak mampu menjalani.
BalasHapusIbu Irma harus semangat, seperti ibu sy yg tak pernah putus asa.
Ibu,,,, saat ini saya mengandung 6bln, dan didiagnosa oleh dokter ahli obsterti dan ginekolog bahwa janin saya bermasalh dgn paru parunya, ya salah satunya berkembang lebih besar yg mengakibatkan paru sebelah kanan terdesak dan jantung pun terdesak posisinya ke kanan,,,,ini kali kedua saya mengandung, yg pertama semua sehat dan normal, kata dokterjika Tuhan berkehendak anak saya lahir dgn kondisi seperti ini maka satu paru parunya diambil dan akan hidup hanya dgn satu paru paru, namun jk dlm Kandungan ini dia mengalamin komplikasi gaga nafas atau yg lainnya maka kemungkinan dia tidak akan bisa lahir sselamat.
BalasHapusHanya 50% kemungkinanya hidup,,,,
Semoga saya bisa menjadi org yg sangat sabar dan kuat seperti Ibu Irma,,,,
Saya hanya bisa pasrah dan menjaga agar tdk terlalu stress dgn kondisi ini, saya tetap berharap ada keajaiban dr Tuhan.
Adakah dari sodara sodara sekalin yg tau dokter yg bisa mengobati hal demikian, setidaknya ada obat atau suntikan yg bisa membuat paru paru janin saya bisa noral.
Mohon share,,,, terimakasih.
Bunda ajeng indrajati... Kehamilan saya skrg jg mengalami hal yang sama, paru2 yg sebelah tdk berkembang krn ad cairan dan letak jantung jg bergeser krn terdesak.. 5hr yg lalu sy sdh pembukaan 2, tetapi msh diusahakan agar tdk bertambah krn janin blm ckup umur dan berat badan masih kurang utk dilahirkan. Mohon share, bgm pengalaman bunda pd saat persalinan....
HapusBun, perkenalkan sy tasya umir 23 tahun saat ini sedang hamil usia 34 week, calon bayi sy di diagnosa hipoplasia paru (paru2 tidak berkembang karena adanya cairan). Sy sudah konsultasi dgn dokter fetomaternal, dokter tsb bilang kemungkinan sangat kecil bayi saya bisa bertahan hidup. Dan bulan depan sy diharuskan melahirkan secara secar dikarenakan bayi mungkin kesulitan bernafas bila dilahirkan scr normal. Mohon sharingnya bunda, sy butuh teman yg bernasib sama seperti saya utk sharing apa yg harus dilakukan karena ini kehamilan pertama saya. Terima kasih
BalasHapus