Anda yang saat ini berdiri tegak, berjalan dengan kepala terangkat, merendahlah, duduklah barang sesaat untuk dapat melihat orang-orang disekitar yang tengah merangkak, terkapar, bahkan sekarat diterjang kefakiran, ketidakpunyaan, kebodohan, kemaksiatan dan ketertindasan. Bukankah hanya dengan merendah semua bentuk keprihatinan akan terlihat dengan jelas oleh mereka yang berdiri. Dan bukankah jika terus berdiri mata ini hanya akan lebih terfokus menatap ke depan sehingga tak jarang kita lupa untuk sesekali saja melihat ke bawah.
Sekedar mengingatkan, tanpa disadari, harta, keluarga yang bahagia, jabatan dan kehidupan yang mapan tak jarang membangun ketinggian hati dan menjulangkan menara harga diri sehingga seringkali kita lupa bahkan enggan duduk merendah, menyapa dan mengulurkan tangan kepada mereka yang sudah terbiasa menganga menahan haus dan lapar, terbelalak menyaksikan pameran kekayaan yang seringkali kita pertontonkan di hadapan mereka, melewati piring-piring kaleng kosong dan mangkuk-mangkuk plastik tempat menaruh receh di pinggir jalan. Sekali lagi, berhentilah, duduklah barang sesaat agar nampak jelas apa yang semestinya kita perbuat, agar lebih terdengar suara-suara berbicara dihati ini.
Anda yang sering berdiri di mimbar-mimbar membicarakan kebenaran, meneriakkan keadilan, menentang keserakahan dan kezhaliman, berhentilah berbicara sementara waktu ini. Sentuhlah ketidakbenaran dengan hati dan tangan, agar kemudian dapat terkurangi bentuk-bentuk ketidakadilan dimuka bumi, setidaknya yang nampak didepan mata kepala kita, agar tidak lebih banyak lagi ketertindasan, dan juga kezhaliman. Berhentilah berbicara kebenaran jika kita tidak berbuat apa-apa terhadap parade kemaksiatan yang terpampang jelas di hadapan kita. Urungkanlah bicara kepedulian jika melintas di mata ini orang-orang menengadah memohon belas kasihan tetapi tak sedikitpun tangan ini tergerak untuk diulurkan. Pikirkanlah sekian kali lagi untuk berbicara soal runtuhnya moral selama kita sebenarnya tak pernah bersungguh-sungguh untuk membangunnya kembali, karena yang kita lakukan adalah sekedar berbicara dan berteriak.
Setelah duduk bersama kemudian sementara waktu berhenti berbicara, sekarang tetaplah diam barang sekejap dan pejamkanlah mata ini. Bayangkanlah amal-amal yang telah kita kerjakan, bentuk-bentuk kebaikan yang sudah dilakukan, tak mengapa, justru dengan itu kita akan terus bersemangat untuk terus melakukan hal-hal kebaikan itu lebih dari yang sudah. Lanjutkan bayangan itu dengan menghadirkan apa-apa yang belum tersentuh, terlaksana dan atau belum sempat kita perbuat, dan menangislah, karena sesungguhnya masih banyak hal kebaikan yang belum kita kerjakan. Mungkin memang, sudah banyak hal
baik dan benar yang terangkai rapih dan indah dari tangan-tangan ini. Tetapi sungguh, masih jauh lebih banyak yang belum kita perbuat. Jangan biarkan hati ini tertutup sehingga semakin berat langkah-
langkah ini terayun dan tangan-tangan ini tergerak untuk membuat bakti lebih baik, lebih banyak dan berkesinambungan.
Allah menganugerahkan kita satu mulut sementara dua telinga Dia berikan untuk dapat kita pahami agar sebaiknya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk lebih banyak mendengar. Jika sering sudah kita memberi petuah, nasihat kepada orang lain, sekarang barang sebentar saja, dengarkanlah mereka berbicara. Untuk dapat mendengarkan suara mereka, bukalah hati ini karena sesungguhnya bukan apa yang terdengar keluar dari mulut mereka, tetapi terpenting adalah mendengarkan hati mereka berbicara. Sungguh, kita akan tahu lebih banyak kenapa mereka berbuat maksiat, berbuat jahat, zhalim dan karena apa mereka melakukannya, apa yang mendorongnya sehingga kita pun tahu apa yang kemudian kita berikan kepada mereka. Dengarkan jeritan-jeritan hati kaum yang tertindas, sungguh, jeritan hati mereka pun akan menusuk dan menggedor dada ini untuk tergerak mengulurkan tangan, berbuat dan terus berbuat untuk kaum fakir dan anak-anak yatim itu. Sekejap ini, dengarkanlah juga mereka berbicara tentang kehidupan, sungguh, kita akan jauh lebih memahami hakikat kesederhanaan dan kesahajaan, makna kerendahan hati dan qona'ah, serta belajar dari mereka tentang bagaimana berjuang yang sesungguhnya dalam kehidupan.
Maka kemudian, bangkitlah, berdirilah kembali dan teruskanlah perjalanan setelah sekian kali kita menyempatkan diri untuk duduk, berhenti bicara, diam dan mendengarkan orang-orang yang sudah terlalu kenyang dengan nasihat, celoteh dan janji-janji kita. Namun jangan lupa, ketika berdiri dan melangkah maju, ajaklah orang-orang yang tadi duduk bersama kita, papahlah mereka yang suara-suaranya baru saja kita dengarkan, bantulah mereka berdiri, ajarkan kepada mereka berjalan untuk maju dan jangan sekali-sekali meninggalkan mereka, karena bisa jadi, sekali kita melupakan dan meninggalkan jauh mereka di belakang kita, itu sama dengan kita membuang kunci surga yang sudah digenggaman.
Sekedar mengingatkan, tanpa disadari, harta, keluarga yang bahagia, jabatan dan kehidupan yang mapan tak jarang membangun ketinggian hati dan menjulangkan menara harga diri sehingga seringkali kita lupa bahkan enggan duduk merendah, menyapa dan mengulurkan tangan kepada mereka yang sudah terbiasa menganga menahan haus dan lapar, terbelalak menyaksikan pameran kekayaan yang seringkali kita pertontonkan di hadapan mereka, melewati piring-piring kaleng kosong dan mangkuk-mangkuk plastik tempat menaruh receh di pinggir jalan. Sekali lagi, berhentilah, duduklah barang sesaat agar nampak jelas apa yang semestinya kita perbuat, agar lebih terdengar suara-suara berbicara dihati ini.
Anda yang sering berdiri di mimbar-mimbar membicarakan kebenaran, meneriakkan keadilan, menentang keserakahan dan kezhaliman, berhentilah berbicara sementara waktu ini. Sentuhlah ketidakbenaran dengan hati dan tangan, agar kemudian dapat terkurangi bentuk-bentuk ketidakadilan dimuka bumi, setidaknya yang nampak didepan mata kepala kita, agar tidak lebih banyak lagi ketertindasan, dan juga kezhaliman. Berhentilah berbicara kebenaran jika kita tidak berbuat apa-apa terhadap parade kemaksiatan yang terpampang jelas di hadapan kita. Urungkanlah bicara kepedulian jika melintas di mata ini orang-orang menengadah memohon belas kasihan tetapi tak sedikitpun tangan ini tergerak untuk diulurkan. Pikirkanlah sekian kali lagi untuk berbicara soal runtuhnya moral selama kita sebenarnya tak pernah bersungguh-sungguh untuk membangunnya kembali, karena yang kita lakukan adalah sekedar berbicara dan berteriak.
Setelah duduk bersama kemudian sementara waktu berhenti berbicara, sekarang tetaplah diam barang sekejap dan pejamkanlah mata ini. Bayangkanlah amal-amal yang telah kita kerjakan, bentuk-bentuk kebaikan yang sudah dilakukan, tak mengapa, justru dengan itu kita akan terus bersemangat untuk terus melakukan hal-hal kebaikan itu lebih dari yang sudah. Lanjutkan bayangan itu dengan menghadirkan apa-apa yang belum tersentuh, terlaksana dan atau belum sempat kita perbuat, dan menangislah, karena sesungguhnya masih banyak hal kebaikan yang belum kita kerjakan. Mungkin memang, sudah banyak hal
baik dan benar yang terangkai rapih dan indah dari tangan-tangan ini. Tetapi sungguh, masih jauh lebih banyak yang belum kita perbuat. Jangan biarkan hati ini tertutup sehingga semakin berat langkah-
langkah ini terayun dan tangan-tangan ini tergerak untuk membuat bakti lebih baik, lebih banyak dan berkesinambungan.
Allah menganugerahkan kita satu mulut sementara dua telinga Dia berikan untuk dapat kita pahami agar sebaiknya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk lebih banyak mendengar. Jika sering sudah kita memberi petuah, nasihat kepada orang lain, sekarang barang sebentar saja, dengarkanlah mereka berbicara. Untuk dapat mendengarkan suara mereka, bukalah hati ini karena sesungguhnya bukan apa yang terdengar keluar dari mulut mereka, tetapi terpenting adalah mendengarkan hati mereka berbicara. Sungguh, kita akan tahu lebih banyak kenapa mereka berbuat maksiat, berbuat jahat, zhalim dan karena apa mereka melakukannya, apa yang mendorongnya sehingga kita pun tahu apa yang kemudian kita berikan kepada mereka. Dengarkan jeritan-jeritan hati kaum yang tertindas, sungguh, jeritan hati mereka pun akan menusuk dan menggedor dada ini untuk tergerak mengulurkan tangan, berbuat dan terus berbuat untuk kaum fakir dan anak-anak yatim itu. Sekejap ini, dengarkanlah juga mereka berbicara tentang kehidupan, sungguh, kita akan jauh lebih memahami hakikat kesederhanaan dan kesahajaan, makna kerendahan hati dan qona'ah, serta belajar dari mereka tentang bagaimana berjuang yang sesungguhnya dalam kehidupan.
Maka kemudian, bangkitlah, berdirilah kembali dan teruskanlah perjalanan setelah sekian kali kita menyempatkan diri untuk duduk, berhenti bicara, diam dan mendengarkan orang-orang yang sudah terlalu kenyang dengan nasihat, celoteh dan janji-janji kita. Namun jangan lupa, ketika berdiri dan melangkah maju, ajaklah orang-orang yang tadi duduk bersama kita, papahlah mereka yang suara-suaranya baru saja kita dengarkan, bantulah mereka berdiri, ajarkan kepada mereka berjalan untuk maju dan jangan sekali-sekali meninggalkan mereka, karena bisa jadi, sekali kita melupakan dan meninggalkan jauh mereka di belakang kita, itu sama dengan kita membuang kunci surga yang sudah digenggaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar, mudah-mudahan bermanfaat untuk semua pengunjung.